Krisis Spiritualitas dalam Pendidikan Kontemporer: Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam
Nama Mahasiswa : Tomy Agus Firmansyah
NIM : 12401168
Semester/Kelas : (2) Kelas 2 F
Prodi : Pendidikan Agama Islam ( PAI )
Mata kuliah : Filsafat Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Syamsul Kurniawan, S.Th.I., M.S.I /
Khairunnisa, M.Pd
A. Pendahuluan
Di tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat, dunia pendidikan saat ini dihadapkan pada tantangan yang semakin kompleks. Salah satu tantangan serius yang kerap terabaikan adalah krisis spiritualitas dalam kehidupan peserta didik, tenaga pendidik, maupun sistem pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan yang seharusnya menjadi sarana pembentukan manusia seutuhnya, justru cenderung tereduksi menjadi proses transfer pengetahuan semata, dengan menyingkirkan dimensi ruhani dan nilai-nilai ketuhanan.
Krisis spiritualitas ini tampak nyata dalam berbagai fenomena sosial seperti degradasi moral, meningkatnya perilaku menyimpang di kalangan pelajar, serta minimnya kesadaran akan makna hidup yang transenden. Kondisi ini tidak lepas dari dominasi paradigma pendidikan modern yang bersifat sekuler dan materialistik, yang menempatkan aspek kognitif dan keterampilan teknis di atas nilai-nilai etika dan spiritual.
Dalam konteks ini, filsafat pendidikan Islam hadir sebagai tawaran paradigma alternatif yang menekankan pentingnya keselarasan antara akal, hati, dan ruh. Pendidikan dalam Islam bukan hanya bertujuan mencerdaskan akal, tetapi juga menyucikan jiwa dan membimbing manusia menuju kedekatan dengan Sang Pencipta. Oleh karena itu, menelaah krisis spiritualitas dalam pendidikan kontemporer melalui perspektif filsafat pendidikan Islam menjadi penting untuk menemukan akar masalah dan solusinya secara filosofis dan aplikatif.
Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji secara kritis fenomena krisis spiritualitas dalam dunia pendidikan saat ini, serta menawarkan pendekatan dan solusi berdasarkan nilai-nilai filsafat pendidikan Islam yang holistik dan transendental.
B. Pembahasan
1. Tinjauan Teoritis: Pendidikan dalam Perspektif Islam
Dalam pandangan Islam, pendidikan (tarbiyah) tidak hanya mencakup pengembangan akal dan keterampilan teknis, tetapi juga menyentuh aspek moral dan spiritual manusia. Tujuan akhir pendidikan Islam adalah pembentukan insan kamil, yakni manusia paripurna yang seimbang antara akal, hati, dan amal. Al-Qur’an menyebutkan tujuan pendidikan sebagai tazkiyatun nafs (penyucian jiwa), sebagaimana firman Allah:
“Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya” (Q.S. Asy-Syams: 9–10).
Dengan demikian, pendidikan dalam Islam bersifat integral (menyeluruh), bukan hanya kognitif, tetapi juga spiritual, moral, dan sosial.
2. Pandangan Tokoh: Krisis Spiritualitas Menurut Para Pemikir
Hasan Langgulung, dalam karya-karyanya, mengkritik keras sistem pendidikan modern yang terlalu menekankan aspek rasionalitas dan mengabaikan dimensi ruhani. Ia menyatakan bahwa krisis kemanusiaan modern adalah akibat langsung dari sistem pendidikan yang memisahkan ilmu dari nilai-nilai keimanan.
Sementara itu, Syed Muhammad Naquib al-Attas melihat akar masalah pendidikan modern terletak pada hilangnya adab (loss of adab), yaitu keterputusan antara ilmu, amal, dan iman. Menurutnya, pendidikan seharusnya menjadi sarana untuk “mengembalikan manusia kepada fitrahnya”—yakni makhluk yang mengenal Tuhan, sadar tanggung jawab, dan memiliki arah hidup yang jelas.
3. Analisis Kritis: Akar Krisis Spiritualitas dalam Pendidikan Kontemporer
Krisis spiritualitas yang terjadi saat ini bukanlah gejala yang berdiri sendiri, melainkan merupakan hasil dari sistem pendidikan yang telah lama mengalami sekularisasi. Kurikulum sekolah lebih menitikberatkan pada pencapaian nilai akademik dan keterampilan kerja, sementara pendidikan iman dan pembentukan karakter relegius dikesampingkan.
Selain itu, arus globalisasi dan teknologi digital semakin menjauhkan peserta didik dari nilai-nilai luhur dan mempercepat proses dehumanisasi. Media sosial, budaya instan, dan konsumerisme telah menggantikan tradisi belajar yang mendalam, reflektif, dan transendental. Akibatnya, peserta didik menjadi pintar secara akademik, namun rapuh secara spiritual.
4. Realita Pendidikan: Menghubungkan Teori dan Praktik
Di banyak sekolah dan lembaga pendidikan, pembelajaran agama sering kali hanya menjadi formalitas tanpa penghayatan. Pendidikan akhlak diajarkan secara teoritis, namun tidak dikontekstualisasikan dalam kehidupan nyata. Guru pun sering kali tidak menjadi teladan spiritual yang hidup, melainkan hanya pengajar mata pelajaran biasa.
Bahkan dalam lembaga pendidikan Islam sekalipun, tantangan ini tetap ada. Fokus pada hafalan dan capaian akademik sering menggeser nilai-nilai pembinaan ruhani. Hal ini menunjukkan bahwa spiritualitas belum dijadikan sebagai inti dari proses pendidikan.
5. Argumentasi Filosofis: Mengapa Filsafat Pendidikan Islam Penting sebagai Solusi
Filsafat pendidikan Islam menawarkan kerangka nilai yang bersumber dari wahyu dan akal sehat untuk mengatasi krisis spiritual ini. Dalam kerangka Islam, manusia dipandang sebagai makhluk spiritual yang butuh bimbingan ruhani untuk mencapai kebahagiaan sejati (sa’adah), tidak hanya sukses duniawi.
Dengan mengembalikan orientasi pendidikan kepada nilai-nilai tauhid, pendidikan akan membentuk manusia yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara spiritual dan emosional. Di sinilah letak urgensi filsafat pendidikan Islam: membangun kembali jembatan antara ilmu dan iman, antara dunia dan akhirat.
C. Penutup
Krisis spiritualitas dalam pendidikan kontemporer merupakan masalah mendasar yang memengaruhi kualitas dan arah perkembangan peserta didik secara keseluruhan. Penyebab utamanya adalah dominasi paradigma sekuler dalam sistem pendidikan, yang cenderung mengesampingkan dimensi ruhani dan nilai-nilai ketuhanan. Pendidikan saat ini lebih banyak berorientasi pada aspek intelektual dan keterampilan praktis, sementara pembinaan jiwa dan karakter relegius hanya menjadi pelengkap.
Filsafat pendidikan Islam menawarkan solusi yang menyeluruh dengan menempatkan tauhid sebagai dasar utama proses pendidikan. Dalam pandangan ini, pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai sarana transfer ilmu, tetapi juga sebagai media untuk membentuk manusia yang sadar akan tujuan hidupnya sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai spiritual, akhlak, dan ilmu pengetahuan, pendidikan Islam berupaya menciptakan manusia yang utuh dan bermakna.
Rekomendasi / Harapan
Diperlukan reorientasi sistem pendidikan menuju pendekatan yang lebih integratif dan transendental. Lembaga pendidikan, baik formal maupun non-formal, perlu menempatkan pembinaan spiritual sebagai prioritas utama, bukan sekadar pelengkap. Para pendidik harus menjadi figur teladan dalam hal keilmuan sekaligus ketakwaan, bukan hanya pengajar akademik.
Kurikulum juga harus dirancang untuk menumbuhkan kesadaran akan nilai-nilai ilahiyah, dengan memasukkan unsur filsafat pendidikan Islam secara lebih substantif. Selain itu, sinergi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung pertumbuhan spiritual peserta didik.
Dengan demikian, krisis spiritualitas bukanlah sesuatu yang tidak dapat diatasi. Dengan pendekatan filosofis yang tepat dan komitmen kolektif dari semua pihak, pendidikan dapat kembali menjadi alat penyucian jiwa dan pembentuk manusia yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia.
Comments
Post a Comment